Tuesday, May 1, 2007

Demokrasi ala ' Kampung "


Pada perkunjungan saya ke Amerika Serikat belum lama ini, saya diberitahukan oleh rekan saya di MPR-DPR RI bahwa ada pemuda yang berusia 20-an tahun terpilih menjadi walikota pada sebuah kota kecil disana dengan biaya US$ 200. Sekembali saya di manado, saya pun terkesima dengan 'pesta demokrasi ' di Sulawesi Utara.
Pada beberapa bulan terakhir sebagian besar desa di kabupaten Minahasa mengadakan pemilihan Hukum Tua ( Kepala Desa ). Yang menjadi unik pada periode ini, sebagian besar pemilihan HukumTua ini diadakan hampir secara serentak di berbagai penjuru kabupaten Minahasa.
Berbeda dengan pelaksanaan pilhut periode lalu dimana menggunakan lambang-lambang hortikulutura-hortikultura pertanian untuk melambangkan 'calon' HukumTua, saat ini langsung menggunakan foto 'calon' untuk lebih mengenalkannya pada masyarakat.
Kaum muda, serta para senior banyak yang menjadi calon dari ajang ini. Bukan keuntungan yang di cari tapi suatu 'prestige' menjadi seorang HukumTua, kata banyak orang kepada saya. Menjawab pertanyaan dalam benak saya ' apa sich keuntungannya menjadi HukumTua ? '
Seperti layaknya pesta, seorang calon HukumTua mengadakan acara 'makan-makan' dan mengundang masyarakat untuk hadir. Kegiatan ini berlangsung variatif, ada yang sebulan dua bulan bahkan lebih. Bisa saya beyangkan dana yang di keluarkan bisa ratusan juta rupiah. Dimana koki yang memasak pun harus sangat selektif di pilih, bila rasanya kurang ' mantap ' pasti banyak masyarakat yang tak bakal kembali. Ini berarti sang calon akan kehilangan banyak kesempatan untuk lebih mendekatkan profilnya pada sebagian besar masyarakat. "kalah-kalah kwa pemilihan Bupati ini ", celetuk beberapa warga.
Memang, untuk selang beberapa lama, seluruh warga menjadi bak sang Raja, dimana untuk kemana-mana akan di antar dengan kendaraan oleh team sukses dari sang calon HukumTua. Ini dikondisikan agar menarik simpati serta suara tak bakal terkontaminasi dengan kampanye dari calon-calon lain. Momen ini, menjadi sangat menarik karena terkadang kendaraaan yaang menjemput ke rumah salah warga berasal dari lebih dari 1 team sukses yang berbeda calon, ini memungkinkan pilihan orag tua terkadang berbeda dengan pilihan anak, ataupun pilihan ibu berbeda dengan pilihan suaminya. lucu memang, tapi itulah demokrasi, mudah-mudahan tidak ada bapak yang dibiarkan istrinya tidur di beranda rumah karena berbeda pilihan.. :)
Sesaat warga sangat dimanjakan, mungkin kita mengingat pemilihan anggota dewan serta pemilihan kepala daerah, ada budaya 'lupa' juga yang terjadi. Setelah terpilih kemudian lupa akan para pemilihnya. Karena itu mungkin, saat ini warga sangat menikmati dilayani sebentar bak sang Raja dan Ratu. Harapan yang ada mungkin bila sudah tterpilih kampung akan mengalami perubahan, serta budaya rendah hati dari sang Tokoh akan tetap terpelihara.
Peran dari Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama
Dari proses ini, sebenarnya sudah dapat dikalkulasi kekuatan suara yang bakal di dapat dari sang Calon. Apalagi, bila rumah sang Calon HukumTua berdampingan (karena namanya posisi desa tentulah tidak sebesar perkotaan, bahkan semua warga hampir sudah saling kenal karena domisili yang bertetangga dekat), sangat mudah memperhatikan perkembangan 'politik' calon yang lain. Tapi bila rumah berdekatan inilah yang sebenarnya menjadi sangat rawan untuk bertemunya pendukung. Inilah dimana peran tokoh masyarakat, serta tokoh agama, yang harus kerja keras sehingga tidak terjadi 'permusuhan' menuju perkelahian. Tapi itulah Sulawesi Utara, dengan budaya "mapalus" ( gotong royong ) serta ' baku-mangarti' ( saling pengertian/ tenggang-rasa ), serta lindungan Tuhan yang tak henti-hentinya membuat tanah Toar Lumimuut ini tetap terjaga kestabilannya.
Menjelang putaran terakhir tak kadang menjadi memanas, masing-masing kubu bersiaga penuh, mulai dari makanan di jaga agar lebih enak serta menjaga adanya sabotase ( jangan-jangan ada warga yang sakit sehingga tidak memilih esok paginya ), sampai pada team yang ditempatkan pada seputaran rumah-rumah warga menjaga agar tak erjadi serangan fajar, apalgi money politics. menurut pengakuan warga apabila kedapatan melakukan money politics, pelakunya akan langsung mendapat penanganan serius yang tentunya akan sangat berpengaruh pada kumulasi suara dari calon yang timnya kedapatan melakukanhal tersebut. "torang langsung tangka kwa, en nda mo kase pulang trus langsung torang interogasi.." ujar warga.
dari proses ini pulalah muncul banyak kader muda yang sangat potensial, bahkan ada yang 20an tahun kemudian terpilih menjadi HukumTua. Luar biasa memang, ciri keberanian serta ketokohan yang perlu diangkat jempol oleh kita.
Itulah demokrasi ala kampung. Yang menandakan bahwa masyarakat sebetulnya sudah relatif siap dalam proses demokrasi di Tanah Minahasa Raya, umumnya Sulawesi Utara, yang juga bisa jadi patokan bagi pemilihan kepala daerah yang sebentar lagi berlangsung di kabupaten Minahasa. Coba-coba saja melakukan money politics, tapi saya kira masyarakat akan lebih siap untuk itu.

Perkiraan yang dikeluarkan calon HukumTua
Konsumsi
Kendaraan
Operasional Team sukses
Sound System
Pengisi Acara ( MC/ Penyanyi )
Lembaran pamflet
dll
Semuanya di kalkulasi ratusan juta rupiah ( tiap desa sangat variatif )